“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis”.
Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas dan teman-temannya ke ruang gurusebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti. Gubrak.... Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.
“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.
“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.
Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.
Teeeett.... Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gua yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantuk.” Ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.
Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada didepannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” Gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkanya badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.
“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.
“Makan tuh sakit!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakai kekuatan super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
“Wina...”
Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.
“Woi non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” Ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.
“Sorry deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”
“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok sampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” Jelas Amel panjang lebar.
“Hah? Sampe segitunya? Kan gue Cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata benar-benar lembek, pikirnya dalam hati.
“Nendang sih nendang tapi lo pakai tendangan super duper. Kasian Alex loh.”
“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” Bantah Wina membela diri.
Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum pipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget.” Ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu.” Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”
“Tau ah gelap”
Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.
“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel.”Duluan ya,Mel. Disuruh nyokap pulang cepat nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.
Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sorry” Ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada didepannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu.”Ngapain lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepat? Hah? Jadi cowok kok banci banget!”
Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “ Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” Ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel.”Hey Mel!” Ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.
“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win kita duluan ya”, ujar Amel singkat.
Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap meliat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia berbicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
Byuur. Fanta rasa strawberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.
“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.
“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjembak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.
“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.
Halo?? Nggak usah ditanya pun, orang bodoh juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta strawberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda jangan dia bilang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!
“Gue rasa, gue nggak ada masalah sama lo.” Teriak Wina sambil mendorongi Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama kelakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas nih nenek lampir perlu dikasih pelajaran.
Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang sih cewek sawo mateng.
Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?
“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa sama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue sama tuh cowok sinting cuma berantem?”
Plaakk. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina keakhirnya sampai di level terbawah.
Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pipinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.
“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi ia nggak tau benar apa salah.
“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” Ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri.” Lo nggak apa-apa kan Win?”
“Nggak apa-apa dari hongkong!”
Hujan rintik-rintik membahasi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.
“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.
“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” Jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.
“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.
“Nggak.”
“Terus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh sama Alex.Aduuuhh.
Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.
Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.
“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”
“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupain segala tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masih sama kayak dulu.” Jelas Alex sejelas-jelasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala pusing, malah dikasih obrolan yang makin pusing.
“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara sama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapat sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menarik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”
Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.”Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapain. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?
“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.
Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
Tetapi ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.
“Janji”ucap Wina lirih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar